Tag: Papua Pintar

fb95aa92-c44f-4a2e-b51f-f8bb84b370a4
CERITA KEMANUSIAANKNOWLEDGE FOR LIFE

Cahaya Kecil dari Kampung Lusi Peri

Kampung lusi peri, sebuah kampung yang sebetulnya tak cukup jauh dari pusat kota Fakfak, Papua Barat. Namun, meski tak cukup jauh, medan yang curam dan terjal menuju pusat kota, menjadikan anak-anak di Kampung Lusi Peri terbiasa memiliki “dunianya” di kampung sendiri, hingga tanpa disadari, menyajikan begitu banyak cerita.

Letak Kampung Lusi Peri

Keceriaan selalu terpancar di wajah mereka, meski berada dalam keterbatasan. Memang, sudah menjadi fakta yang tak terbantahkan Papua nan jauh dari pusat Ibu Kota Jakarta memiliki berbagai keterbatasan yang jauh dibandingkan di sana atau bahkan dibandingkan kota-kota besar di Pulau Jawa. Namun dengan berbagai keterbatasan yang ada, tak menjadikan anak-anak di kampung Lusi Peri untuk lelah dan menyerah. Semangat belajar anak-anak di Kampung Lusi Peri begitu tinggi. Terlihat dari animo mereka ketika kami tawarkan untuk belajar les pelajaran sekolah gratis di Rumah Belajar kami. Sedikitnya dari 6 orang di hari pertama, saat ini sudah mencapai 20 orang. Vera, Daniel, Given, juga Celo, Rein, dan Kabatia menjadi pioner anak-anak di Kampung Lusi Peri. Mereka tak sulit diajari, bahkan mudah memahami. Tak kenal lelah, bahkan tetap hadir untuk belajar, meski dalam berbagai situasi.

Anak-anak Rumah Belajar SaTuTiBa

Begitu juga dengan keramahan dan kehangatan anak-anak di kampung Lusi Peri, begitu istimewa. Sapaan selamat pagi, siang, atau bahkan sore sekalipun terbiasa diucapkan oleh mereka, meski kami terbilang baru disini. Berawal dari malu-malu karna pertama bertemu, mereka tetap menyapa kami. Hingga saat ini, dengan wajah ceria penuh semangat, ketika kami berjumpa dengan mereka, mereka menyeru menyapa dengan semangat. “Pa Ustadzzz…! Bu guruuu” Kata sapaan akrab ini yang sering mereka serukan.

Pun dengan kepedulian, dan tak menjadikan perbedaan sebagai awal dari kebencian. Meski sekilas kami begitu berbeda dari mereka, kami tak merasa asing atau bahkan diasingkan. Belum lagi packaging kami yang memang islami, tak menjadikan mereka alergi, bahkan sebaliknya, begitu menghormati nilai-nilai dalam Agama kami.

Sebelum hingga sesudah belajar, do’a senantiasa dibacakan bersama di dalam hati. Begitu harmoni, tak ada canggung juga sungkan lagi, dengan keyakinannya masing-masing.

Kami baru memulai, menapaki jalan untuk “mencari” Tuhan di Tanah Papua, berupaya sedikit saja memberi setetes kebermanfaatan di Kampung Lusi Peri. Anak-anak hebat di Kampung Lusi Peri tentu banyak memiliki impian. Semoga kami dapat mendampingi, untuk merakit mimpi mereka.

 

Ditulis oleh:

Mutia Siddiqa, Pengajar Rumah Belajar HF SaTuTiBa

WhatsApp Image 2025-10-03 at 14.47.52
ARTICLEKNOWLEDGE FOR LIFE

Rumah Belajar HF SaTuTiBa (Satu Tungku, Tiga Batu) Menyalakan Api Harapan dari Fakfak Papua.

Di sebuah sudut Fakfak-Papua, terbitlah sebuah cahaya sederhana namun hangat. Cahaya itu lahir dari semangat berbagi dan kecintaan terhadap pendidikan serta kemanusiaan. Dari tangan Bapak Hafidz Bahansubu dan Ibu Mutia Siddiqa, bersama Humanity First Indonesia, berdirilah sebuah rumah belajar yang diberi nama SaTuTiBa – Satu Tungku, Tiga Batu.
Nama ini bukan sekadar nama. Ia lahir dari filosofi kearifan lokal masyarakat Fakfak: satu tungku, tiga batu. Sebuah simbol kebersamaan, keseimbangan, dan persatuan. Tungku tidak akan berdiri tegak tanpa tiga batu penopang, dan kehidupan tidak akan kokoh tanpa nilai-nilai yang menopang manusia di dalamnya.

Kegiatan di Rumah Belajar SaTuTiBa Fakfak

Dengan filosofi itu, SaTuTiBa hadir membawa tiga pijakan utama:

Batu Pertama: Pendidikan dan Literasi
Di sini, anak-anak Papua menemukan ruang untuk membaca, menulis, dan belajar yang bertujuan membangun semangat literasi. Selain itu, sebagai pendampingan belajar anak-anak untuk pelajaran Matematika dan Bahasa Inggris.

Batu Kedua: Budaya dan Karakter
SaTuTiBa tidak hanya mengajarkan ilmu, tetapi juga menanamkan akar. Anak-anak tumbuh dengan kebanggaan pada tradisi, seni, dan warisan leluhur mereka. Karakter dibentuk bukan hanya dengan pengetahuan, tetapi juga dengan nilai, kejujuran, dan kebersahajaan.

Batu Ketiga: Kebersamaan dan Spiritualitas

SaTuTiBa menjadi ruang inklusif. Sebuah tempat di mana anak-anak, orang tua, relawan, dan masyarakat berjalan beriringan. Di sini, kebersamaan adalah kekuatan, dan spiritualitas adalah cahaya yang menuntun setiap langkah.
Lebih dari sekadar rumah belajar, SATUTIBA adalah identitas baru untuk pendidikan di kampung Lusi Peri, Fakfak Papua Barat.

Seorang anak yang sedang menulis

Ia adalah tungku kecil yang menyalakan api harapan. Api yang menghangatkan hati anak-anak, membangun keberanian untuk bermimpi, dan menyalakan tekad agar mereka tumbuh menjadi generasi yang berkarakter, berilmu, dan berakar budaya.

SaTuTiBa ingin dikenal bukan hanya sebagai tempat belajar, tetapi sebagai simbol perubahan. Dari Fakfak-Papua, ia mengirimkan pesan ke seluruh Indonesia bahwa:

Pendidikan yang berakar pada budaya, bernafas kebersamaan, dan berjiwa kemanusiaan akan melahirkan generasi yang kuat.