Suara kapal cepat yang mengantar kami ke Kepulauan Sabu terdengar, “Toon.. Toon..”. Pada Jumat, 19 Mei 2022, Tim Humanity First (HF) Indonesia melakukan perjalanan ke Kepulauan Sabu setelah meresmikan program Air Bersih di Kota Kupang. Kepulauan Sabu, yang merupakan kepulauan paling ujung selatan Indonesia dan berdekatan dengan Australia, telah berkembang sejak wilayah Sabu menjadi kabupaten provinsi NTT. Akses ke pulau ini membutuhkan perjalanan kapal besar selama 10 jam dari Kota Kupang, dengan jadwal pelayaran yang tidak tersedia setiap hari. Selain itu, alternatif transportasi ke pulau Sabu adalah menggunakan pesawat terbang, namun dengan biaya yang sangat mahal. Untuk kali ini, Tim Humanity First Indonesia memilih kapal cepat sebagai sarana transportasi.
Setelah perjalanan selama 10 jam, tim HF tiba di pelabuhan pulau Sabu pada pukul 08.30 WITA. Kami disambut oleh teman kami, Kak Nando, dari Generasi Peduli Sesama, yang telah membantu kami menjalankan program Water For Life di pulau Sabu.
Pada Sabtu, 20 Mei 2023, setelah tiba di Pulau Sabu, Tim HF langsung menuju lokasi pengeboran yang akan diresmikan di Desa Tanajawa dan Desa Hallapadji. Di Desa Tanajawa, peresmian dilakukan secara sederhana di depan lokasi pengeboran. Acara dimulai dengan sambutan dari Kepala Desa Tanajawa, wakil ketua Humanity First, Bappeda Kabupaten Sabu, PUPR, dan Kepala Adat.
Selanjutnya, dilakukan penyembelihan hewan sebagai ungkapan syukur atas hadirnya sumber air bersih di desa mereka. Papan nama pun dipasang secara bersama dan dilakukan doa oleh pemimpin agama setempat. Acara peresmian ditutup dengan makan bersama yang dihadiri oleh tokoh adat dan masyarakat.
“Hadirnya sumber air bersih yang diberikan oleh Humanity First ini merupakan berkat Tuhan bagi kita, warga Desa Tanajawa. Kita harus memanfaatkannya dan menjaganya agar tetap berkelanjutan. Air bersih tidak hanya berguna untuk minum, tetapi juga untuk pertanian dan kehidupan sehari-hari,”
ujar Kepala Desa Tanajawa dalam prosesi peresmian.
Kemudian perwakilan Humanity First, Ahmad Masihuddin selaku Vice Chairman HF Indonesia turut menyampaikan,
“Terima kasih kepada semua elemen yang telah membantu terwujudnya program air bersih di Tanajawa. Ini yang hanya bisa kami berikan untuk warga. Semoga bermanfaat untuk kehidupan sehari-hari dan dapat dimanfaatkam semaksimal mungkin, bukan hanya untuk minum dan mandi, namun dapat digunakan untuk mengairi perkebunan atau menanam sayur untuk kebutuhan warga. Kami titip sumber air ini dan tolong dirawat keberlangsungannya,”
Pukul 03.00 WITA, tim Humanity First tiba di Desa Hallapadji untuk peresmian pengeboran kedua di Pulau Sabu. Setelah melakukan perjalanan selama satu jam, akhirnya kami sampai ke lokasi. Suara genderang musik khas Sabu telah terdengar. Saat kami turun dari mobil, kami segera disambut meriah dengan tarian Ledo yang merupakan tarian sambutan tamu kehormatan adat setempat. Kami kemudian dikalungkan selendang buatan tangan warga sebagai simbol diterimanya kami sebagai keluarga.
Acara peresmian di Desa Hallapadji diawali dengan sambutan dari berbagai pihak, yaitu dari Desa, Bappeda Kab, Wakil ketua Humanity First, PUPR, hingga ketua adat. Prosesi adat juga dilakukan dengan memotong pita peresmian di lokasi pengeboran oleh wakil ketua Humanity First Indonesia, ketua adat, dan perwakilan pemerintah.
Kemudian prosesinya dilanjut dengan perwakilan Humanity First Indonesia mengambil air menggunakan kendi dan menyerahkannya pada ketua adat dan juga pada perwakilan masyarakat setempat sebagai simbol penyerahan air kepada masyarakat dari Humanity First Indonesia.
“Kami mohon untuk diterima air bersih ini. Tolong dirawat keberlangsungannya dan digunakan sebaik-baiknya untuk kehidupan sehari-hari,”
Ujar Vice Chariman Humanity First Indonesia
Prosesi diiringi oleh suara gendrang dan tarian ledo. Peresmian lalu ditutup dengan makan bersama dan foto bersama dengan warga Desa Hallapaji.
Humanity First Indonesia bekerja selama 3 bulan melakukan assessment, perencanaan, dan pengeboran di Pulau Sabu dengan bantuan dari Agil Cahyo Manembah selaku PO dari projek Water For Life. Pulau Sabu merupakan pulau kecil yang sangat unik dengan letak geografisnya yang berbukit-bukit dan dikelilingi oleh laut. Kebudayaan dan tradisi penghormatan terhadap pemimpin masih dijaga dengan baik di pulau ini.
Pulau Sabu hanya mengalami musim hujan yang berlangsung selama 3 bulan saja, setelahnya adalah musijm kemarau. Kondisi ini menyebabkan wilayah tersebut menjadi kering dan sulit mendapatkan air bersih. Bahkan, terdapat suatu anggapan bahwa pengeboran air tidak akan mengeluarkan air, karena pernah terjadi di beberapa lokasi pengeboran memang tidak keluar air.
Selain itu, masyarakat pulau Sabu sebelumnya mengandalkan air hujan atau sumber mata air yang berkilo-kilo jauhnya untuk memenuhi kebutuhan air mereka. Ironisnya, menurut aktivis gerakan pendidikan Kota Sabu, Kak Nando, menyampaikan bahwa, di Sabu masih banyak anak-anak yang tidak mendapatkan pendidikan. Salah satu penyebabnya karena masalah air. Dikarenakan anak-anak harus mengambil air dari sumber yang jauh, sehingga waktu mereka untuk belajar terbatas. Bahkan terdapat tradisi dimana anak-anak bersekolah membawa jerrycan 5 liter untuk mengambil air.
Selain itu, biaya air bersih yang mahal juga mempengaruhi pendapatan masyarakat. Mereka harus membeli air bersih per-5000 liter dengan harga mencapai Rp 350.000,- Biasanya, dalam sebulan mereka bisa sampai tiga kali membeli air. Sehingga, dalam sebulan mereka bisa menghabiskan uang mencapai satu juta rupiah demi mendapatkan air bersih. Namun, penghasilan mereka tidak sebesar itu. Hanya orang-orang tertentu yang memiliki uang yang dapat membeli air bersih, sedangkan mayoritas masyarakat Sabu adalah petani. Melihat latar belakang ini, Humanity First Indonesia bekerja sama dengan HF USA dan Internasional menjalankan program Water For Life di Pulau Sabu untuk mengatasi masalah air bersih tersebut.
oleh: Ahmad Masihuddin
Kontribusi berikan air bersih di lebih banyak lokasi yang membutuhkan di sini 💙.